Aku terlahir tidak
sempurna, aku tidak dapat melihat, ya….kedua mataku buta, aku seorang anak
broken home yang tinggal bersama Ibu dan Ayah tiriku, Ayah kandungku malu untuk
menganggapku sebagai seorang anaknya. Seorang anak tunggal yang cacat itulah
aku. Tapi dibalik ini semua aku menyimpan sebuah kebahagiaan, Ibu dan Ayah
tiriku sangat menyayangiku dan tetap menganggapku ada walaupun aku cacat, tak
seperti Ayah kandungku yang selalu mencaci makiku, entah harus berapa kali aku
meminta maaf kepada Ayah kandungku, aku sadar aku sering membuat Ayah malu
ketika aku menyapanya di depan rekan kantornya, tapi taukah Ayah yang sebenarnya
aku merindukan kasih sayang seorang Ayah kandungku ? seringkali Ayah berkata
“kata maafmu takkan merubah kecacatanmu, kau bukan anakku, jangan pernah
menyapaku di depan teman-temanku dengan sebuan Ayah! Aku malu!” disaat itupun
airmataku terjatuh, hatiku tergores dengan perkataan itu, tapi aku akan selalu
memaafkan Ayah, karena aku sangat menyayangi Ayah, aku ingin Ayah dan Ibu dapat
bersatu kembali seperti dahulu sebelum aku dilahirkan. Tuhan, mengapa Engkau
membiarkan aku ada di dunia kalau hanya akan membawa masalah kedua orangtuaku ?
mengapa aku terlahir cacat ? mengapa Ayah tidak mampu menerimaku di dunia ?
mengapa aku tidak mati saja ? Aku rela Tuhan mengambil nyawaku jika kematianku
mampu mempersatukan Ayah dan Ibu kembali, Tuhan Engkau tahu aku sangat
menyayangi mereka, aku tak perduli Ayah membenciku. Setiap hari aku hanya meminta
kepada Tuhan jalan terbaik untuk orang-orang disekitarku. Namun salahkah aku
yang ingin melihat kedua orangtuaku bersatu kembali ? Aku percaya, Tuhan punya
rencana baik untukku kelak.
Kini aku telah beranjak remaja, umurku
telah 15 tahun, namun hingga saat ini hanya Bintang sahabatku sejak kecil yang
tak pernah menganggapku cacat, Bintang sering bilang aku bukanlah remaja yang
cacat, aku adalah wanita yang sempurna baginya. Aku menyadari tak mudah
anak-anak lain mampu menerimaku sebagai temannya, aku tidak mengaharapkan
status sebagai seorang teman dari mereka orang-orang yang aku anggap sebagai
temanku, sulit untuk mendapatkan status itu bagi wanita cacat seperti ku yang
selalu mebutuhkan sebuah tongkat untuk berjalan. Hanya Bintang yang selalu
memberiku semangat ketika aku tak sanggup lagi untuk hidup.
Ibu dan Ayah tiriku memang
sangat menyayangiku, tapi mereka sibuk dengan kariernya, tak ada waktu baginya
untuk sekedar mendengar cerita lucuku, masalah kehidupanku atau sekedar
mendengar lagu-lagu ciptaanku, aku sangat senang menciptakan sebuah lagu untuk
Ayah dan Ibu, tetapi mereka tak tahu karena mereka terlalu sibuk.
Sudah 3 tahun aku tidak bertemu dengan
Ayah kandungku, kangen sekali rasanya, andai aku tidak buta mungkin aku mampu
merasakan hangatnya pelukan dari seorang Ayah kandungku, mampu merasakan
kecupan sayang dari bibirnya, aku mampu melihat wajah Ayah, Ibu, Ayah tiriku
dan Bintang sahabatku, melihat pelangi, bunga-bunga indah di taman, aku dapat
melihat indahnya dunia. Senyuman kecil dan tetesan airmata menghentikankhayalan
itu “hanya mimpi yang terlalu tinggi bagiku toh hidupku tak akan lama di dunia
ini. Khayalan itu akan membuatku semakin takut menyongsong hari-hari
berikutnya” ucapku dalam hati.
Ketika Ayah tiriku dan Ibuku pulang
dari kantor, ia memanggilku untuk berbicara diruang keluarga, suatu keajaiban
untukku. Mereka mendaftarkanku untuk mengikuti lomba nyanyi, ternyata selama
ini mereka menilai suaraku merdu pada saat aku bernyanyi. Dalam perlombaan ini
aku akan menampilkan yang terbaik sebuah lagu ciptaanku untuk Ayah dan Ibu. Tak
disangka, aku mendapatkan juara pertama dalam perlombaan ini. Pelukkkan dan
kecupan bangga dari bibir Ibu dan Ayah tiriku. Tetesan airmata haru terasa
menetes di gaun putih yang saat itu aku gunakan.
Ketika perjalanan pulang, Ibu
mendapatkan telephone dari keluarga Ayah kandungku yang mengabarkan Ayah telah
kritis di Rumah Sakit karena penyakit ginjalnya. Ayah dan Ibu memang sudah
bercerai tapi keluarga Ayah dan Ibu masih mempunyai komunikasi yang baik. Sampai
di Rumah Sakit aku mendengar rintihan tangisan Ibu, apa yang telah terjadi pada
Ayah ? aku tak tahu, yang aku tahu ginjal Ayah sudah tidak mampu berfungsi
lagi. Dengan suara lembut aku berkata pada Ibu, “Bu, bolehkah aku mendonorkan
ginjalku untuk Ayah ?”. Ibu berkata padaku, “tidak! Ibu yang akan mendonorkan
ginjal Ibu untuk Ayah, bukan kamu!”. Aku mencoba memohon kepada Ibu, “Ibu aku
mohon izinkan aku, Ibu menyayangiku kan ? jika memang Ibu sayang padaku izinkan
aku mendonorkan ginjalku”. Akhirnya Ibu berkata, “ya, aku sangat menyayangimu,
baiklah jika itu maumu”. Aku sangat senang Ibu mengizinkan keinginanku. Sebelum
oprasi dilakukan, aku akan merekam suaraku untuk Ayah:
“Ayah ini aku Kejora anak cacat yang
Ayah benci, aku senang Ibu mengizinkanku untuk mendonorkan ginjalku untuk Ayah,
aku sangat menyayangi Ayah walaupun Ayah membenciku, tapi itu tak bisa merubah
rasa sayangku untuk Ayah. Rekaman ini aku buat karena aku tahu Ayah tidak akan
pernah mau melihat wajahku. Ayah tahu tidak aku baru saja mendapatkan juara
pertama dalam perlombaan menyanyi ? lagu yang aku nyanyikan aku persembahkan
khusus untuk Ayah dan Ibu, karena aku sangat sayang kalian. Ayah cepat sembuh
ya, Kejora sayang Ayah”. Rekaman itu aku letakkan disamping Ayah.
Seminggu setelah operasi dokter
mengizinkan untuk pulang ke rumah. Aku telah mengetahui kabar Ayah yang mulai
membaik. Hari-hari ku jalani dengan satu ginjal ditubuhku.
3 bulan kemudian
Ayah kembali masuk ke Rumah Sakit karena ginjal yang satu tidak mampu lagi
untuk berfungsi. Aku ingin Ayah mampu bertahan hidup lama, maka aku kembali
memohon untuk mendonorkan ginjalku, Ibu sangat melarang keinginanku kali ini
karena jika aku mendonorkan ginjalku lagi untuk Ayah itu berarti aku tak mampu
bertahan hidup lagi. Aku tahu itu fatal tapi aku rela mati demi Ayahku, mungkin
saat ini cara Tuhan untuk mempersatukan Ayah dan Ibu kembali. Aku terus memohon
pada Ibuku sampai akhirnya Ibu mengizinkan walau dengan berat hati. Seperti
waktu itu, sebelum operasi dilaksanakan aku membuat rekaman lagi untuk Ayah:
“Ayah, kedua ginjal Kejora untuk Ayah,
Kejora senang Ayah mampu bertahan hidup dengan kedua ginjal Kejora, walaupun
akhirnya Kejora yang harus meninggal. Kejora rela meninggal asal Ayah bisa
tetap bertahan hidup. Maafin Kejora Yah yang terlahir menjadi seorang anak yang
cacat hingga membuat Ayah malu. Oiya Yah, pesan terakhir Kejora buat Ayah sama
Ibu, Kejora cuma pengen lihat Ayah dan Ibu bersatu lagi walaupun Kejora Cuma
bisa lihat itu di surga. Sampai bertemu di surga ya Yah, Bu. Do’akan Kejora
tenang di surga. Kejora sayang banget sama Ayah sama Ibu juga.”
Kejora meninggal dengan tenang.
Fariska Wanda Kejora. 21 Desember 1990- 14 Maret 2009. Akhirnya permintaan
terakhir Kejora terpenuhi Ayah dan Ibunya mampu bersatu seperti dahulu Kejora
dilahirkan.
by: pesona puspa rindani
by: pesona puspa rindani