Total Tayangan Halaman

Kamis, 26 Januari 2012

kedua ginjalku untuk Ayah yang membenciku

Aku terlahir tidak sempurna, aku tidak dapat melihat, ya….kedua mataku buta, aku seorang anak broken home yang tinggal bersama Ibu dan Ayah tiriku, Ayah kandungku malu untuk menganggapku sebagai seorang anaknya. Seorang anak tunggal yang cacat itulah aku. Tapi dibalik ini semua aku menyimpan sebuah kebahagiaan, Ibu dan Ayah tiriku sangat menyayangiku dan tetap menganggapku ada walaupun aku cacat, tak seperti Ayah kandungku yang selalu mencaci makiku, entah harus berapa kali aku meminta maaf kepada Ayah kandungku, aku sadar aku sering membuat Ayah malu ketika aku menyapanya di depan rekan kantornya, tapi taukah Ayah yang sebenarnya aku merindukan kasih sayang seorang Ayah kandungku ? seringkali Ayah berkata “kata maafmu takkan merubah kecacatanmu, kau bukan anakku, jangan pernah menyapaku di depan teman-temanku dengan sebuan Ayah! Aku malu!” disaat itupun airmataku terjatuh, hatiku tergores dengan perkataan itu, tapi aku akan selalu memaafkan Ayah, karena aku sangat menyayangi Ayah, aku ingin Ayah dan Ibu dapat bersatu kembali seperti dahulu sebelum aku dilahirkan. Tuhan, mengapa Engkau membiarkan aku ada di dunia kalau hanya akan membawa masalah kedua orangtuaku ? mengapa aku terlahir cacat ? mengapa Ayah tidak mampu menerimaku di dunia ? mengapa aku tidak mati saja ? Aku rela Tuhan mengambil nyawaku jika kematianku mampu mempersatukan Ayah dan Ibu kembali, Tuhan Engkau tahu aku sangat menyayangi mereka, aku tak perduli Ayah membenciku. Setiap hari aku hanya meminta kepada Tuhan jalan terbaik untuk orang-orang disekitarku. Namun salahkah aku yang ingin melihat kedua orangtuaku bersatu kembali ? Aku percaya, Tuhan punya rencana baik untukku kelak.
          Kini aku telah beranjak remaja, umurku telah 15 tahun, namun hingga saat ini hanya Bintang sahabatku sejak kecil yang tak pernah menganggapku cacat, Bintang sering bilang aku bukanlah remaja yang cacat, aku adalah wanita yang sempurna baginya. Aku menyadari tak mudah anak-anak lain mampu menerimaku sebagai temannya, aku tidak mengaharapkan status sebagai seorang teman dari mereka orang-orang yang aku anggap sebagai temanku, sulit untuk mendapatkan status itu bagi wanita cacat seperti ku yang selalu mebutuhkan sebuah tongkat untuk berjalan. Hanya Bintang yang selalu memberiku semangat ketika aku tak sanggup lagi untuk hidup.
Ibu dan Ayah tiriku memang sangat menyayangiku, tapi mereka sibuk dengan kariernya, tak ada waktu baginya untuk sekedar mendengar cerita lucuku, masalah kehidupanku atau sekedar mendengar lagu-lagu ciptaanku, aku sangat senang menciptakan sebuah lagu untuk Ayah dan Ibu, tetapi mereka tak tahu karena mereka terlalu sibuk.
          Sudah 3 tahun aku tidak bertemu dengan Ayah kandungku, kangen sekali rasanya, andai aku tidak buta mungkin aku mampu merasakan hangatnya pelukan dari seorang Ayah kandungku, mampu merasakan kecupan sayang dari bibirnya, aku mampu melihat wajah Ayah, Ibu, Ayah tiriku dan Bintang sahabatku, melihat pelangi, bunga-bunga indah di taman, aku dapat melihat indahnya dunia. Senyuman kecil dan tetesan airmata menghentikankhayalan itu “hanya mimpi yang terlalu tinggi bagiku toh hidupku tak akan lama di dunia ini. Khayalan itu akan membuatku semakin takut menyongsong hari-hari berikutnya” ucapku dalam hati.
          Ketika Ayah tiriku dan Ibuku pulang dari kantor, ia memanggilku untuk berbicara diruang keluarga, suatu keajaiban untukku. Mereka mendaftarkanku untuk mengikuti lomba nyanyi, ternyata selama ini mereka menilai suaraku merdu pada saat aku bernyanyi. Dalam perlombaan ini aku akan menampilkan yang terbaik sebuah lagu ciptaanku untuk Ayah dan Ibu. Tak disangka, aku mendapatkan juara pertama dalam perlombaan ini. Pelukkkan dan kecupan bangga dari bibir Ibu dan Ayah tiriku. Tetesan airmata haru terasa menetes di gaun putih yang saat itu aku gunakan.
          Ketika perjalanan pulang, Ibu mendapatkan telephone dari keluarga Ayah kandungku yang mengabarkan Ayah telah kritis di Rumah Sakit karena penyakit ginjalnya. Ayah dan Ibu memang sudah bercerai tapi keluarga Ayah dan Ibu masih mempunyai komunikasi yang baik. Sampai di Rumah Sakit aku mendengar rintihan tangisan Ibu, apa yang telah terjadi pada Ayah ? aku tak tahu, yang aku tahu ginjal Ayah sudah tidak mampu berfungsi lagi. Dengan suara lembut aku berkata pada Ibu, “Bu, bolehkah aku mendonorkan ginjalku untuk Ayah ?”. Ibu berkata padaku, “tidak! Ibu yang akan mendonorkan ginjal Ibu untuk Ayah, bukan kamu!”. Aku mencoba memohon kepada Ibu, “Ibu aku mohon izinkan aku, Ibu menyayangiku kan ? jika memang Ibu sayang padaku izinkan aku mendonorkan ginjalku”. Akhirnya Ibu berkata, “ya, aku sangat menyayangimu, baiklah jika itu maumu”. Aku sangat senang Ibu mengizinkan keinginanku. Sebelum oprasi dilakukan, aku akan merekam suaraku untuk Ayah:
          “Ayah ini aku Kejora anak cacat yang Ayah benci, aku senang Ibu mengizinkanku untuk mendonorkan ginjalku untuk Ayah, aku sangat menyayangi Ayah walaupun Ayah membenciku, tapi itu tak bisa merubah rasa sayangku untuk Ayah. Rekaman ini aku buat karena aku tahu Ayah tidak akan pernah mau melihat wajahku. Ayah tahu tidak aku baru saja mendapatkan juara pertama dalam perlombaan menyanyi ? lagu yang aku nyanyikan aku persembahkan khusus untuk Ayah dan Ibu, karena aku sangat sayang kalian. Ayah cepat sembuh ya, Kejora sayang Ayah”. Rekaman itu aku letakkan disamping Ayah.
          Seminggu setelah operasi dokter mengizinkan untuk pulang ke rumah. Aku telah mengetahui kabar Ayah yang mulai membaik. Hari-hari ku jalani dengan satu ginjal ditubuhku.
3 bulan kemudian Ayah kembali masuk ke Rumah Sakit karena ginjal yang satu tidak mampu lagi untuk berfungsi. Aku ingin Ayah mampu bertahan hidup lama, maka aku kembali memohon untuk mendonorkan ginjalku, Ibu sangat melarang keinginanku kali ini karena jika aku mendonorkan ginjalku lagi untuk Ayah itu berarti aku tak mampu bertahan hidup lagi. Aku tahu itu fatal tapi aku rela mati demi Ayahku, mungkin saat ini cara Tuhan untuk mempersatukan Ayah dan Ibu kembali. Aku terus memohon pada Ibuku sampai akhirnya Ibu mengizinkan walau dengan berat hati. Seperti waktu itu, sebelum operasi dilaksanakan aku membuat rekaman lagi untuk Ayah:
          “Ayah, kedua ginjal Kejora untuk Ayah, Kejora senang Ayah mampu bertahan hidup dengan kedua ginjal Kejora, walaupun akhirnya Kejora yang harus meninggal. Kejora rela meninggal asal Ayah bisa tetap bertahan hidup. Maafin Kejora Yah yang terlahir menjadi seorang anak yang cacat hingga membuat Ayah malu. Oiya Yah, pesan terakhir Kejora buat Ayah sama Ibu, Kejora cuma pengen lihat Ayah dan Ibu bersatu lagi walaupun Kejora Cuma bisa lihat itu di surga. Sampai bertemu di surga ya Yah, Bu. Do’akan Kejora tenang di surga. Kejora sayang banget sama Ayah sama Ibu juga.”
          Kejora meninggal dengan tenang. Fariska Wanda Kejora. 21 Desember 1990-       14 Maret 2009. Akhirnya permintaan terakhir Kejora terpenuhi Ayah dan Ibunya mampu bersatu seperti dahulu Kejora dilahirkan. 


by: pesona puspa rindani